Maria Amelia Tertelan Jarum, Keterlambatan Penanganan Kesehatan Tuai Sorotan Oktavia

BERAUSATU.ID, TANJUNG REDEB – Kejadian memilukan yang menimpa seorang remaja, Maria Amelia (14), asal Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Maria tertelan jarum pada Kamis (31/10/2024), namun tak segera mendapat penanganan medis yang memadai, memicu kekhawatiran akan pelayanan kesehatan yang lambat.

Orang tua korban, Edita, menceritakan bahwa setelah kejadian, pihak keluarga segera membawa Maria ke Puskesmas Tepian Buah. Namun, Puskesmas merujuk mereka ke rumah sakit di Tanjung Redeb untuk penanganan lebih lanjut.

“Kami sudah membawa ke Puskesmas Tepian Buah, tapi mereka tidak bisa menangani. Jadi kami dirujuk ke rumah sakit,” ujar Edita saat diwawancarai pada Rabu (6/11/2024).

Setibanya di rumah sakit, keluarga Maria mengalami kendala lain. BPJS kesehatan mereka tidak dapat digunakan karena ada masalah dengan data identitas yang tercatat, di mana nama yang tertera pada kartu BPJS berbeda dengan nama yang ada di Kartu Keluarga (KK).

“BPJS kami itu tidak aktif, jadi kami harus bayar secara umum. NIK di BPJS dan domisili memang sama, cuma beda nama saja,” jelas Edita.

Keluarga Maria pun terpaksa pulang untuk mengurus aktivasi BPJS, namun ketika kembali pada Sabtu (2/11/2024), mereka kembali menghadapi kendala.

Pihak rumah sakit tetap menolak memberikan pelayanan, dengan alasan bahwa kondisi Maria tidak tergolong gawat darurat, meskipun korban sudah mengeluh kesakitan.

“Mereka bilang harus bayar umum saja, padahal kondisi anak saya sudah mengeluh kesakitan,” ujar Edita dengan suara penuh keprihatinan.

Melihat kejadian ini, anggota DPRD Berau, Oktavia, sangat menyayangkan layanan kesehatan yang tidak segera memberikan penanganan kepada korban, meskipun dalam situasi darurat.

“Ini sangat disayangkan. Seakan masyarakat dengan kondisi ekonomi terbatas terabaikan dan kesulitan mendapatkan jaminan kesehatan,” ujar Oktavia.

Menurutnya, hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, tidak boleh menolak pasien atau meminta uang muka, apalagi dalam situasi darurat.

“Harusnya rumah sakit memberikan solusi kepada pasien yang datang dengan kondisi darurat, terutama untuk penyelamatan nyawa,” tegas Oktavia.

Lebih lanjut, Oktavia mengingatkan bahwa Pemkab Berau telah mengalokasikan anggaran besar untuk jaminan kesehatan masyarakat.

“Pemkab Berau sudah menganggarkan belasan miliar untuk jaminan kesehatan warga. Apa gunanya jika fasilitas kesehatan justru menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan layanan?” ujarnya.

Ia berharap kejadian ini menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Berau, agar masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dari program jaminan kesehatan yang telah disediakan.

“Ini menyangkut nyawa orang, pelayanan kesehatan harusnya tidak dipersulit. Ke depan, semoga ada perbaikan dalam sistem pelayanan kesehatan,” pungkasnya.(adv/mhn)